BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tidaklah
berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal maddah”,
bahwa metode jauh lebih penting dibanding materi, karena sebaik apapun tujuan
pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat
sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai
tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak.. Oleh sebab itu pemilihan
metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai
faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. Apa yang
dilakukan Rasulullah SAW saat menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya
bisa kita teladani, karena Rasul saw. sejak awal sudah mengimplementasikan
metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran
yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw.
sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga
nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat
memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan
mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak
orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
B. Perumusan Masalah
Untuk
mempermudah pembahasan dalam makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.
Bagaimana
Metode dalam pendidikan Islam itu?
2.
Seperti Apa Mendidik melalui kisah qur’ani
dan Nabaw?
BAB II
METODE
PENDIDIKAN ISLAM
Pada
dasarnya, metode pendidikan islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak
didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan
puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka
hati manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep beradapan
Islam. selain itu, metode pendidikan Islam akan mampu menempatkan
manusia di atas kuasanya permukaan bumi dan dalam lamanya masa yang di berikan
kepada penghuni bum lainnya.
Metode-metode
yang di anggap paling penting di antaranya sebagai berikut:
A.Metode dialog Qur’ani dan nabawi
Dialog dapat
diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang di lakukan
melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan
pembicaraan. Dengan demikian, dialog merupakan jembatan yang menghubungkan
pemikiran seseorang dengan orang lain.
Bentuk
dialog yang terdapat dalam Al- Qu’ran
dan sunnah sangat vsiatif namun, bentukyang paling penting adalah:
1.Dialog khithabi dan ta’abbudi
Al-Qu’ran di turunkan untuk menjadi petunjuk
dan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang bertakwa. Di dalamnya, pada
puluhan tempat, Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruan ayyuhal- ladzina amanu. seorang mukmin yang membaca seruan tersebut,
niscaya akan segera menjawab: ya rabbi, aku memenuhi seruan-Mu, Hubungan antara
seruan Allah dan tanggapapan orang mukmin itulah yang melahirkan sebuah dialog.
Kondisi tersebut bisa berlangsung sebaliknya. Jika seseorag mukmin
berdialog dengan Tuhannya melalui do’a,
Allah Maha tinggi akan menjawab sesuai
konteks doa hamba-Nya.
2.Dialog diskriptif
Dialog
diskriptif di sajikan dengan diskripsi atau gambaran orang-orang yang tengah
berdialog. pendeskripsian itu meliputi
gambaran kondisi hidup dan psikologi
orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat memahami kebaikan dan
keburukannya.
3.Dialog naratif
Dialog naratif
tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur ceritanya jelas sehingga
menjadi bagian dari cara atau unsur
cerita dalam Al-Qur’an. Walaupun
Al-Qu’ran mengandung kisah yang di sajikan dalam bentuk di alog, kita
tidak dapat mengidentikkan keberadaannya dengan drama yang sekarang ini muncul
sebagai sebuah jenis karya sastra.
Atinya, Al-Qur’an tidak menyajikan unsur
dramatic walaupun dalam penyajian kisahnya terdapat unsur dialog, seperti surat Hua yang mengisahkan
syu’aib dan kaumnya. Sepuluh ayat pertama dari kisah syu’aib di sajikan dalam
bentuk dialog yang kemudian di akhiri dengan ayat yang menjelaskan kebinasaan
kaum tersebut .
4.Dialog argumentatif
Di dalam dialog
argumentatif , kita akan menemukan diskusi dan perdebatan yang di arahkan pada
pengokohan hujjah atas kaum musyrikin
agar mereka mengakui pentingnya keimanan dan pengesahan kepada-Nya, mengakui
kerasulan akhir nabi Muhammad saw. Mengakui kebatilan tuhan- tuhan mereka, dan mengakui kebenaran
seruan Rasulullah saw. seperti penjelasan beliau tentang peristiwa Isra’Mikraj
5.Dialog nabawi
pada dasarnya,
Rasulullah saw.Telah menjadikan jenis dan bentuk dialog Qur’ani sebagai pedoman
dalam mempraktikkan metode pendidikan dan pengajaran beliau.
hal ini tidaklah mengherankan
karena, bagaimanapun, akhlak beliau adalah Al-Qur’an.
B.Mendidik melalui kisah qur’ani
dan Nabawi
1.Pentingnya kisah edukatif
Pendidikan melalui kisah-kisah tersebut dapat mengiring anak
didik pada kehangatan perasaan ,kehidupan,dan kedinamisan jiwa yang mendorong
manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui tekadnya
seleras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang
dapat diambil dari kisah tersebut.
2.Tujuan
pendidikan dalam kisah Qur’ani
Pada
dasarnya, kisah-kisah Qur’ani merupakan
salah satu sarana Al-qur;an dalam
menyampaikan dan mengokohkan dakwa Islam. Di sisi lain , ungkapan
Al-Qur’an mampu memadukan tujuan
keagamaan dan tujuan seni sehingga Al-Qur’an memiliki keistimewaan edukatif dan
artistik. sebagai sarana untuk
mempengaruhi mental, mengobarkan semangat, dan membina perasaan ketuhanan.
Berikut ini terdapat sajian yang dapat di gunakan oleh para pendidik untuk
mengarahan para siswa melalui Tanya jawab tentang tujuan kisah-kisah tersebut
sehingga anak didik mampu mewujudkan tujuan tersebut dalam diri, perilaku,
pengembangan akal, pengembangan mental, dan pengembangan perasaan anak didik.
Tujuan terpenting yang harus kita perhatikan adalah:
Pertama: kisah-kisah Qur’ani di sajikan untuk untuk
mengokohkan wahyu dan risalah Rasulullah. Artinya, Nabi Muhammad tidak pernah
belajar kepada pendeta yahudi dan
Nasrani ketika beliau harus membacakan kisah-kisah tersebut kepada kaumnya.
Rasulullah saw. Memperoleh kisah-kisah Qur’ani melalui firman Allah.
Kisah-kisah tersebut sangat rinci dan jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan
bagi orang –orang yang berakal pada anggapan bahwa kisah itu bersumber pada
firman Allah dan Nabi Muhammad hanya menyampaikan risalah Tuhan kepada umatnya.
Kedua: kisah- kisah dalam al-Qur’an merupakan
penjelasan bahwa seluruh agama yang di bawa para Nabi barasal dari Allah.
Ketiga: melalui
kisah-kisah Qur’ani, kita memperoleh kejelasan bahwa Allah adalah penolong para
rasul dan orang- orang beriman lainya serta mengasihi dan menyelamatkan mereka
dari berbagai bencan, mulai dari zaman Adama.s.
sehingga zaman Muhammad saw.
3.Tujuan Pendidikan dalam Kisah
Nabawi
kisah nabawi memiliki tujuan yang lebih jika di bandingkan dengan tujuan utama yang
lebih cenderung pada pemantapan perilaku.kisah nabawi dapat kita bagi menjadi
bagian-bagian berikut ini:
Pertama: melalui
kisah-kisah nabawi kita akan menemukan ajaran keikhasan dalam beramal saleh dan
menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah dalam memecahkan
berbagai permasalahan hidup.
Kedua:kisah-kisah
yang mengarahkan kita pada kebiasaan bersedekah dan mensyukuri nikmat.
C.Mendidik melalui perumpamaan
1. sekilas
tentang perumpamaan
Dalam tafsir Al-
Manar, sayyid Rasyid Ridha penanggapi ayat : “perumpamaan mereka adalah orang yang menyalakan api
…”(al- baqarah:17)
Dari uraian di atas, kita dapat
mengatakan bahwa perumpamaan Al-Qur’an memiliki maksud- maksud tertentu., dan
yang terpenting adalah :
Pertama
: menyerupakan suatu perkara suatu
perkara, yang hendak di jelaskan kebaikan dan keburukannya, seperti
menyerupakan kaum musyrikin yang mengambil pelindung selain Allah dengan sarang
laba-laba yang rapuh dan lemah.
Kedua: mencerikan suatu kedaan dari berbagai keadaan
dan membandingkan keadaan itu dengan keadaan lain yang sama –sama memikliki
akibat dari keadaan tersebut. Penceritaan itu di maksud untuk menjelaskan
perbedaan di antara mereka, sebagaimana perbandingan yang terdapat pada surat
Muhammad.
Ketiga:menjelaskan kemustahilan
adanya persamaan di antara dua perkara, misalnya kemustahilan anggapan kaum
musyrikin yang menganggap bahwa tuhan
mereka memiliki persaan dengan A-Khaliq sehingga mereka menyembah keduanya
secara bersamaan.
2. Dampak Edukatif
perumpamaan
perumpamaan-
perumpaan Qur’ani dan nabawi tidak
hanya menunjukkan ketinggian karya seni
yang ditunjukkan untuk meraih
keindahan balaghah semata. Lebih dari itu, perumpamaan-perumpamaan tersebut
memiliki tijuan psikologis- edukatif yang ditunjukan oleh kedalaman makna dan
ketinggian maksud selain kemukjijatan balaghah dan dampak metode pengajian yang
di gunakan nya Untuk jelasnya, tujuan psiologi- edukatif .
D. Mendidik Melalui keteladanan
1. pentingnya
sebuah figure teladan
Kurikulum
pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi
perkembangan manusia melalui
sistematisasi bakat, psikologis, mental, dan potensi manusia. Namun, tidak
dapat di pungkiri jika timbul masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetep
memerlukan pola pendidikan reaslistis yang dicontohkan oleh seorang pendidik
melalui perilaku dan metode pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak
didiknya yang dia sambil tetap berpegang pada landasan, metode, dan tujuan
kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan itulah Allah mengutus Muhammad saw.
2. nilai
Edukatif yang Teraplikasikan
Tinjauan dari ilmiah menunjukkan
bahwa, pada dasarnya, keteladanan memiliki sejumlah azas kependidikan berikut
ini .
pertama:
pendidikan islami merupakan konsep yang
senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang
pendidiknya, bersegera untuk berkorban, dan menjauhkan diri hal-hal yang hina.
Artinya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas
terhadap ajaran yang di derikan kepadanya sehingga perilaku ideal yang di
harapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan.
Begitu juga dengan orang tua;anak-anak harus memiliki figur teladan dalam
keluarganya sehingga sejak keci l dia terarahkan oleh konsep-konsep islam
kedua:
sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah saw. Sebagai teladan
abadi dan actual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali kita
membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat kita untuk
meneladani beliau.
3.peniruan
:Dasar psikologis Keteladanan
Pada dasarnya,
kebutuhan manusia akan figur tedan bersumber bagi kecendarungan meniru yang
sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental
seseorang yang senantisa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama
dengan kelompok lain (empati) sehingga dalam peniruan ini, anak-anak meniru
orang dewasa; kaum lemah cenderung meniru kaum kuat; serta bawahan meniru
atasnya.
Pada hakikatnya, peniruan itu
berpusat bagi tiga unsur berikut ini.
Pertama:
kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Lebih jelasnya hal itu terjadi pada
anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan samar yang tanpa disadari
membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergarak, cara bergaul, atau
periolaku-perilaku lan dari orang yang
mereka kagumi.
Kedua: kesiapan
untuk meniru. Setiap periode usia manusia memiliki kesiapan dan potensi
terbatas untuk periode tersebut. Karena
itulah . Islam mengenakan kewajiban sholat pada usianya
belum mencapai tujuh tahun dengan tetap menganjurkan kepada orang
tua untuk mengajak anaknya meniru
gerakan-gerakan sholat. Namun,orang tua harus mempertihungkan kesiapan dan
potensi ketika anak-anak meniru seseorang.
Ketiga: setiap
peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui oleh si peniru atau bias jadi juga tujuan itu
sendiri tidak jelas, bahkan tidak ada. Pada, dasarnya, di kalangan anak-anak,
peniruan lebih cenderung didorong oleh tujuan kehidupan yang di fensif, yaitu kecenderungan
mempertahankan dunia individual karena seolah-olah dia berada dibawah bayang-
bayang individu yang kuat dan perkasa, yang membuat orang menirunya .
4 Nilai-Nilai Edukatif dalam
keteladanan
Pola pengaruh keteladanan berpindah kepada
peniru melalui berada bentuk , dan bentuk yang penting adalah :
a.
Pemberian pengaruruh spontan
Pengaruh yang
tersisat dari sebuah keteladanan akan menentukan sejauhmana seseorang memiliki
sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru, dirinya, baik dalam
keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau ketulusan. Dalam kondisi yang
demikian, pengaruh keteladanan itu secara spontan dan tidak di sengaja. Ini
bahwa setiap orang yang ingin di jadikan panutan oleh orang lain harus
senantiasa mengontrol perilakunya dan menyadfari bahwa dia akan diminta
pertanggung-jawaban di hadapan Allah atas segala tintack-tantuk yang diikuti
oleh khayalak atau ditiru oleh orang-orang
yang mengkaguminya.
b.
Pemberian pengaruh secara sengja
Pemberian
pegaruh melalui keteladanan bias jaga dilakukan secara sengaja. Misalnya,
seorang pendidik menyampaikan modal bacaan yang diikuti oleh anak didik.
E. Mendidik Melalui Praktik dan
Perbuatan
Islam
bukan agama irasional mengetengahkan konsep-konsep abstrak yang tidak dipahami
oleh penganutnya .
Pada
dasarnya, Islam merupakan agama tertumpupada hubungan antara manusia dengan
Rabb pencipta alam semesta. Islam merupakan
agama yang menuntut kita melakukan bergagai perbuatan realistis dan amal
saleh yang diridhai Allah. Islampun menuntut umatnya untuk mengarahkan segala
perilaku, naluri, dan pola kehidupan
menuju perwujudan etika dan syariat ilahiah secara nyata.
1. pendidikan praktis melalui
latihan dan pengulangan
Ketika
membina para sahabat, Rasullah saw. Menggunakan metode praktik langsung. Ketika
mengajarkan shalat, beliau memimpin langsung para sahabat dari mimbar, sementara
menjadi makmum dibelakang beliau dengan maksud memberikan pelajaran shalat pada
mereka.
3 Mstode praktis dalam menghafal
Dalam
pola pendidikanya, secara praktis rasullah saw. Mengetengahkan doa-doa penting
dan ayat-ayat Al-Qur’an kepada para sahabat. Untuk itu, para sahabat
mengulang-ulang doa atau ayat tersebut dihadapan Rasulullah saw. Agar beliau
dapat menyimak bacaan para sahabat. Sehubuingan dengan itu, ada sebuah hadits
yang mengajarkan beberapa kalimatyang menganjurkan membaca doa sebelum tidur.
1.
Dampak Edukatif praktik dan
latihan
Pada dasarnya,
pendidikan Islam melaui metode praktik dan latihan akan mengarahkan anak didik
menjadi invidu yang stabil, berakhlak mulia, serta lebih produktif Kemuliaan
akhlak dapat kita rasakan melalui konsep-konsep berikut ini:
Pertama:
kesempurnaan kerjadapat dijadikan tolok ukur dalam memantau kesempurnaan
hapalan dan pelaksanaan ibadah .
Kedua : manusia
merasa bertanggung –jawab untuk bekerja dengan baik sehinga bentuk kurikulum
yang dinamis, bernalar, dan berperasaan, serta dibangun di atas kesadaran,
kelembutan, dan kebaikan dalam pelaksanaan
Ketiga: tawadhu,
mencintai amal saleh, menjauhi tipu daya, dan meninggalkan kelemasan serta
sikap nrimo.
F. Pendidikan Melalui ‘Ibrah dan
Mau’izahah
Dilihat
dari segi pemakain, kita menemukan frekuensi pemakaian kedua kata tersebut
seolah-olah menunjukkan kesinoniman.
1.
Mendidik Melalui ‘brah
a.
Makna Harfiah dan Qur’aniah
‘Ibrah
‘Ibrah
berasal dari kata ‘Ibara ar-ru’ya yang berarti ‘menafsirkan mimpi dan memberitahukan
implikasinya bagi kehidupan si pemimpin ‘, atau ‘keadaan setelah kematiannya’
dan ‘Abara al-wadi berarti ‘melintas lembah dari ujung lain dari berlawan’,
Ar-Raghib berkata bahwa asal makna kata al-‘ibr adalah ‘melintasi suatu keadaan ke keadaan lain ‘ dan kata
‘ubur dikhususkan untuk makna ‘melintas
air’ . Dalam penafsiran surat yusuf, Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa al-‘itibar’ibrah berarti’ ‘keadaan yang
mengatarkan dari suatu peberarti’ ‘keadaan yang mengatarkan dari suatu pengetahuan
yang terlihat menuju sesuatu yang tidak terlihat, atau jelasnya berarti
merenung dan berfikir’. Dengan demikian, ‘ibrah dan I’tibar itu merupakan
kondisi psikologis yang mengantarklan manusia menuju pengetahuan yang dimaksud
dan dirujuk oleh suatu perkara yangh dilihat, diselidiki, di timbang-timbang ,
diukur, ditetapkan manusia menurut pertimbangan akalnya sehingga dia
sampai pada pada suatu kesimpulan yang
dapat mengkhusyukan kalbunya sehingga kekhusyuan itu mendorongnya untuk
berperilaku logis dan sesuai dengan kondisi masyarakat
b.
Jenis ‘ibrah dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah
Modal-modal ‘itibar atau
pengajaran di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang suci berbeda-beda selaras
dengan beragamnya topic ‘ibrrah.
1.
‘Ibrah Melalui Kisah
Setiap
kisah Qur’ani atau nabawi memiliki tujuan kependidikan ketuhanan. ‘Ibrah
melalui kisah hanya dapat dicapai oleh orang yang berfikir sadar dan orang yang
hawa nafsunya tidak mengalahkan akal dan fitrah. Artinya, dia mampu menarik
kesimpulan dari kisah tersebut.
Pendidikan Islam sangat
memperhatikan perenung an atas kisah tertentu. Artinya, melaui pengambilan
‘ibrah, para pendidik dapat membina anak didik sehingga mereka memiliki akhlak
Islam dan perasaan ketuhanan. Karena pengambilan ‘ibrah itu hanya dapat dilakukan
oleh orang-orang yang berakal, seorang pendidik dituntut untuk mampu
menyadarkan anak didiknya agar melakukan perenungan dan membiasakan mereka
berfikir sehat. Latihan-latihan yang dapat dilakukan adalah:
Pertama: setelah anak didik
mempelajari kisah-kisah dari terjemah atau buku-buku tafsir, hendaknya pendidik
melontarkan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan itu akan mengantarkan
akal mereka pada pemerolehan . ‘ibrah dari setiap kisah Qur’ani
Kedua : pertanyaan pertanyaan itu
dapat dilakukan berulang-ulang hinga naluri dan perasaan mereka tertuju pada
kisah tertentu atau sikap tertentu dari sebuah kisah. Dengan demikian, seorang
pendidik telah pengembangkan perasaan ketuhanan mereka.
2.
Mengambil Pelajaran dari Nikmat dan Makhuk Allah
Berbagai
nikmat dan mahlukAllah yang telah disediakan bagi manusia. Karena ‘ibrah itu
didasarkan atas pemikiran yang dalam dan pengamatan yang cermat, kita dapat
mengetahui isyarat dari beberapa perkara yang mengeloraklan kedasyatan dan
mengajak kepada kepada perenungan, seperti berbagai keajaiban yang telah
diciptakan dan dianugrakan oleh Allah kepada kita. Misalnya ayat di atas
mengisyaratkan susu yang putih dan murni dari segala campuran dan kotoran,
padahal susu itu dihasilkan dari perpadauan tinja dan darah. Pada ayat di atas
pun diisryatkan buh anggur dan buah dan kurma yang menyerap makanan dari air
tanah. Dengan kekuasaan Allah, buah itu memberikan kemabukan kepada manusia
sekaligus berfungsi sebagai rezeki yang baik. Dari buah itu pun dapat di
hasilkan zat gula(glukosa) yang menjadi separuh makanan manusia di beberapa
belahan bumi.
3.
Mengambil Peelajaran dari Berbagai Peristiwa sejarah
Al-Qur’an telah mengisyaratkan
beberapa peristiwa sejarah yang menonjol dan memiliki kaitan dengan peristiwa
sesudahnya, seperti Perang badar dan Ahzab. Al-Qur’an pun mengisyaratkan
pelajaran dari berbagai peristiwa itu, seperti dari perang Bani Nadhir, di mana
Allah menyifati kejelasan mereka
c.
Pengajaran Sejarah Menurut
Pendidikan Islam
Uraian di atas menjelaskan bahwa tujuan
pengajaran sejarah, diantaranya adalah:
1.
Meneliti dan mengambil ‘ibrah
dari segala peristiwa sejarah sehingga dalam dunia pendidikan, seorang pendidik
dan buku acuannya harus di arahkan pada sasaran ini.
2.
Meneliti perwujudan sunnatullah
pada berbagai umat dan generas, dan bagaimana Allah menggilirkan (kejadian
)zaman diantaranya manusia. Sunnah-sunnah itu akan menimpa kaum disegala zaman
karna sesuai karkternya, sunnah Allah itu tidak akan mengalami perubahan.
Dengan demikian, kapanpun dan di mana pun,kita harus berupaya memahami dan
peka terhadap perwujudan sunnah.
Misalnya, ketika menengah membahas
materi runtuhnya suatu Negara, kemenganya, perkembanganya, atau puncak
kejayaannya,kita harus melihat ibrah apa yang terjadi di balik itu.
d.
mendidik melalui targhib dan
tarhib
targhib
adalah janji yang di sertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan
,kelezata,dan kenikmatan .namun,penundaan itu bersifat pasti ,baik,dan murni
serta di lakukan melalui amal shaleh atau pencegahan diri dari kelezatan yang
membahayakan (pekerjaan buruk),yang jelas semua di lakukan untuk mencari
keridhoan allah dan itu merupakan rahmat dari allah bagi hamba- hambanya.
Sedangkan
tarhib adalah ancaman atau itimidasi melalui hukuman yang di sebabkan oleh
terlaksananya sebuah dosa,kesalahan,atau perbuatan yang telah di larang allah.selain itu juga menyepelekan
pelaksanaan kewajiban yang telah di perintahkan allah.tarhib pun dapat di
artikan sebagi ancaman dari allah untuk menakut-nakuti hamba-hambanya melalui
kesalahan atau salahsatu sifat keagungan dan kekuatn ilahiah agar mereka
teringatkan untuk tidak melakukan kesalahan dan kemaksiatan .
e.targhib-tarhib qur’ani dan
nabawi
targhib dan
tarhib dalam pendidikan islam lebih memiliki makna ‘’imbalan dan hukuman’’ kelebihan
itu bersumber dari karakteristik ketuhanan yang tidak membunuh fitrah manusia
yang menjadi identitas pendidikan,kelebihan yang paling enting ialah:
a.targhib – tarhib qurani dan
nabawi bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi ,maka ayat-ayat tentang
targhib –tarhibyang menyangkut salah satu perkara akhirat senantiasa berkaitan
dan mengandung isyarat keimanan kepada allah dan hari akhirat .
b.targhib-tarhib qurani dan
nabawi itu di sertai oleh gambaran keindahan dan kenikmatan surge yang menakjubkan
atau pembeberan azab neraka .
c.targhib –tarhib qurani dan
nabawi bertumpu pada pengobaran emosi dan pembinaan afeksi ketuhanan .
B.
PENGERTIAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
Kata “pendekatan” yang dalam bahasa inggrisnya adalah approach
mempunyai arti a way of dealing with something (sebuah jalan untuk
melaksanakan sesuatu).
Pendidikan
Islam menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah bahwa pendidikan islam
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai
tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur
pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya,
baik dengan lisan atau dengan tulisan.
Marimba
juga memberikan pengertian bahwa pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran – ukuran islam
A.
.
PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut
HM.Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menuliskan empat pendekatan
pendidikan islam.Keempat pendekatan itu adalah :
- Pendekatan Sistem (system
approach).
Pendidikan Islam yang ruang lingkupnya sama sebangun dengan
kebutuhan hidup umat manusia dalam seluruh bidang-bidangnya, secara sistemik,
adalah proses mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan menuju titik optimal
kemampuan manusia berlandaskan nilai-nilai Islami, berlangsung menurut sistem
hukum tertentu yang menentukan corak dan watak hasil (produk) akhimya.
Watak ilmu pendidikan Islam adalah sistematis dan konsisten
menuju ke arah tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu maka pendidikan Islam
memerlukan pemikiran sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam sistem-sistem
yang aspiratif terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul
gangguan dan hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan
orientasinya yang benar.Semakin banyak gangguan yang timbul dalam suatu sistem,
maka semakin besar pula daya perusak yang mengancam mekanisme sistem itu dan
makin menjauhkannya dari tujuan yang dicita-citakan.
Dalam berbagai ayat Al Quran dapat kita temukan makna suatu
satem mekanisme alam semesta, sistem kehidupan sosial dan sistem kehidupan
individual (dilihat dari segi biologis).
Ayat-ayat yang menunjukkan sistem gerakan benda-benda samawi
di ruang angkasa luar planit bumi kita ditunjukkan oleh Tuhan dengan
firman-firrnan-Nya seperti berikut:
Dan
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin,
38).Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah
dia sampai pada di manzilah yang terakhir) kembalilah dia kebentuk tanda yang
tua” (Yaasin, 39).Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis
peredaranrrya. (Yaasin, 40).
Kaitannya
dengan sistem kehidupan sosial, Allah menunjukkan suatu sistem harmonisasi
hubungan antara manusia dengan Khalik-Nya dan hubungan dengan sesamanya secara
seimbang, serasi dan selaras. Bila sistem hubungan itu tidak harmonis, maka
timbullah kerusakan.
Ayat yang berkaitan dengan sistem pertumbuhan dan perkembangan
manusia sejak dari tahap awal kejadiannya adalah seperti di deskripsikan Allah
dalam firman-Nya Al-Mukminun ayat 12 – 14 : Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu sari pati (herasad) dari tanah, kemudian Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bur.gkus dercgan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk (yang
berbentul;) lain. Maka Mahasucilah Allah Pencipta yang Paling batk. (Al-Mukminun,
12 – 14).
Sejalan dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan Islam
itu memiliki karakteristik (ciri pokok) yang bersifat “goal-oriented” secara
operasional pendidikan Islam yang dilaksanakan mendasarkan pendekatan sistem
itu dapat dikembangkan ke dalam model sebagai berikut:
1)
Secara sistemik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang integralistik,
total (berkebulatan) yang terbentuk dari unsur rohaniah dan jasmaniah yang tak
dapat dipisahkan antara satu sama lain. Masing-masing unsur tersebut memiliki
organ-organ psikis dan fisikal yang bekerja secara fungsional saling
mempengaruhi (interaktif) dan saling mendorong perkembangan ke arah pencapaian
rujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan Islam.
2)
Secara pedagogis, pendidikan Islam diletakkan pada strategi pengembangan
seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik, menuju ke arah
pembentukan pribadi muslim paripurna (serbaguna) dalam dimensi rohaniah dan
jasmaniahya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang berorientasi
kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi secara simultans (bersamaan).
3)
Institusionalisasi (pelembagaan) pendidikan Islam diwujudkan dalam struktur
(bentuk) yang hierarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa
manusia-didik, menuju ke arah optimalisasi kemampuan belajamya yang semakin
mendalam dan meluas. Institusi kependidikan Islam selain bertugas sebagai wadah
(wahana) juga berfungsi mengarahkan proses kependidikan sesuai dengan
program-programnya yang telah ditetapkan.
4)
Secara kurikuler, pendidikan Islam mengarahkan seluruh input instrumental
(Guru, metode, kurikulum dan fasilitas) dan input environmental (tradisi
kebudayaan, lingkungan masyarakat, lingkungan alam) menjadi suatu bentuk
program kegiatan kependidikan yang ditujukan kepada merealisasikan cita-cita
Islami yaitu produk pendidikan Islam yang diharapkan. Proses pelaksanan
kurikuler itu harus berdasarkan atas efisiensi dan efektivitas pengelolaan
secara tahap demi tahap, sesuai dengan tingkat kemampuan manusia-didik.
2.
Pendekatan Paedagogis dan Psikologis
Pendekatan ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa
manusia-didik adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan
melalui proses kependidikan.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan
jasmani dari pengertian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian
psikologis, karena pekerjaan mendidik atau mengajar yang bersasaran pada
manusia yang sedang berkembang dan bertumbuh itu harus didasarkan pada
tahap-tahap perkembangan/pertumbuhan psikologis di mana psikologi telah banyak
melakukan studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar manusia.
Tanpa didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan
pengarahan yang bernilai paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat,
yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara
paedagogik (ilmu pendidikan) dengan psikologi (dalam hal ini psikologi
pendidikan) saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses pengembangan
akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan
manusia melalui proses kependidikan.
Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologss
dalam din manusia-didik telah diidentifikasikan oleh ahli psikolagi (muslim)
untuk dapat diperhatikan oleh para pemproses pendidikan (guru dan pendidik
formal lainya) agar hambatan dan rintangan psikologis itu dapat diatasi dengan
metode yang tepat dan berdaya guna. Hambatan dan gangguan itu diantaranya adlah
penyakit hati, seperti firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 10.” Dalam hati
mereka ada penyaki, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang
pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Penyaki hati mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan
mereka kepada kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keyakinan
inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi,
agama Islam, dan orang-orang Islam. Inilah yang tergolong penyakit mental, yang
menghambat dan merintangi ;pmses kependidikan Islam. Melalui ilmu jiwa,
penyakit-penyakit tersebut dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui
upaya pendidikan. Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egocentrisme dan
egoisme yang menggejala dalam bentuk perbuatan verbal mer.cela, mengejek,
merendalxkan orang lain, takabur, congkak, sombong, tinggi ‘hati, tidak
menghargai martabat orang lain dan lain-lain, seperti didiskripsikan dalam A1
Quran sebagai ciri-ciri mental orang kafir dan munafik.,misalnya disebutkan
dalam A1 Baqarah, 13 – 15 : “Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah
kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan
berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?”
Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak
tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada
syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: “Sesungguhnya
kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” Allah akan
(membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka.
Nabi
Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa paedagogis, sering pula menunjukkan
beberapa penyakit mental orang munafik orang musyrik dan kafir yang menggejala
dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan antara manusia. Seperti penyakit mental
munafik diberitahukan oleh beliau dengan sabdanya sebagai berikut: “Tanda-tanda
orang munafik ada tiga, yaitu ketika ia berbicara, ia berdusta. Ketika ia
berjanji, ia memungkirinya, dan ketika ia diberi amanat, ia mengkhianatiny.”
(H.R. Buchari).
Jadi, ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah
tergolong penyakit mental yang menjadi ciri orang munafik. Pendidikan Islam
bertugas menghilangkan kecenderungan manusia-didik terhadap penyakit mental
tersebut dengan mempergunakan berbagai metoda.
Sikap mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan
pihak lain dan sebagainya, pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan
Tuhan atau lalai,berwatak kikir dan sebagainya; juga tergolong penyakit mental
seperti ditunjukkan dalam firman Allah Surat Al-Ma’arij ayat 20 – 22 : “Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”
Kekuatan iman inilah yang menjadi sumber pendorong (motivasi)
manusia ke arah ketaqwaan kepada Allah yang menyatakan diri alam berbagai
bentuk amal-amal perbuatan saleh dan sikap ubudiyyahnya kepada Khalik melalui
shalat, beribadat saum dan berhaji dan sebagainya.
Sebaliknya Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku
orang-orang yang beriman dan bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam;
Surat Al-Mukninun ayat 1-6 : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya; dan orang-orang
yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiadaberguna; dan
orang-orang yang menunaikan zakat; dan orang-orang yang menjaga kemaduannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya dalam hal ini rnereka tiada tercela. (Al Mukmirnm, 1 – 6)
Cin-ciri mentalitas Islami seperti tersebut di atas
merupakan teberapa aspek mental positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh
pendidikan Islam melalui proses-proses yang direncanakan: Ciri-ciri keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah, yang telah tertanam niat dalam jiwa manusia-didik
akan menjadi sumber rujukan semua perbuatannya di masa dewasanya. Firman Allah
SWT: “Sesungguhnyu manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir;
Apabila ia ditimpa .kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan, ia amat kikir; Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”.(AI-Ma’arij,
19 – 22).
Kaitannya dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit
mental tersebut, Pendidikan Islam mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan
mental-spiritual yang mampu menangkal segala bcntuk penyakit mental, yaitu
kekuatan IMAN yang benar, ialah iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.
1. Proses Perkembangan dan Pertumbuhan manusia-didik,
dalam Kaitannya dengan Kemajuan Hidupnya Melalui Proses Belajar.
adalah makhluk Tuhan
yang mempunyai kecendenmgan belajar. Belajar adalah perubahan tingkah laku
akibat pengalaman (menurut Edward Walker, 1967). Juga dapat diartikan sebagai
suatu proses yang membawa perubahan dalam cara seseorang menanggapi: dan
memberikan respon sebagai hasil dari hubungannya dengan alam sekitar. (Floyd,
L. Ruch, 1963).
Ciri-ciri perubahan yang terjadi dalam diri sesearang
melalui belajar itu bersifat disengaja, bukan terjadi perubahan secara
automatis, seperti perubahan tingkah laku akibat mabuk, kelelahan, kematangan
usia dan sebagainya.
Manusia mengalami perkembangan adalah berkat dari kegiatan
belajarnya, dan kegiatan belajar itu berlangsung melalui proses sejak lahir
sampai meninggal dunia (minal mahdi ilal lahdi). Proses belajar yang
berhasil-guna adalah jika tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai
secara tepat-guna. Jadi proses belajar adalah kegiatan yang berarah dan
bertujuan.
2.
Sasaran-sasaran analisis
Ilmu
Pendidikan Islam dilihat dari segi psikologis dan paedagogis mencakup 5 faktor
sebagai berikut:
a.
Pendidik
Sebagai pengendali dan pengarah proses serta pembimbing arah
perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik, ia adalah manusia hamba Allah yang
bercita-cita Islami yang telah matang rohaniah dan jasmaniahnya, dan memahami
kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik bagi kehidupan masa depannya. la tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan
manusiadidik, melainkan juga mentransformasikan tata-nilai Islami ke dalam
pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai prilaku mereka sebagai
pribadi yang bernafaskan Islam.
b.
Manusia-didik.
Sebagai objek (sasaran) pekerjaan mendidik, manusia-didik
adalah mahluk yang sedang berada dalam proses perkembangan/pertumbuhan menurut
fitrah masing-masing, sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Selain sebagai objek didik, ia juga harus diberi peran.
sebagai subjek-didik melalui berbagai kesempatan yang tepat, karena proses
kependidikan untuk mengembangkan ciri-ciri individual mereka berdasar atas
kemampuan dari komponen-komponen fitrahnya harus didorong ke arah perkembangan
positif dan konstruktif bagi kepentingan dirinya. Dorongan atau motivasi,
persuasi atau rangsangan yang positif dan koastruktif itu diberikan kepada
mereka berdasarkan hukum-hukum mekanisme perkembangan/pertumbuhan yang
bersifat kesatuan organis, konvergensis dan temporer (menurut
tempo).
c.
Alat-alat pendidikan.
Alat-alat ini berupa fisik atau non-fisik yang dalam proses kependidikkan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat tersebut ialah
untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses kependidikan itu, oleh karena
itu alat-alat tersebut perlu diseleksi terlebih dahulu sebelum dipergunakan
dalam proses, mana yang tepat-guna dan mana yang kurang tepat-guna diukur dari
tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam proses.
Dalam pengertian Ilmu Pendidikan Islam terdapat persyaratan
lainnya yaitu walaupun alat-alat itu bemilai efektif dan efisien namun bila
bemilai tidak halal atau tak dapat dibenarkan menurut norma-norma
Islalmi, maka alat tersebut tidak halal untuk diterapkan dalarn proses
kependidikan.
d.
Lingkungan sekitar.
Lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang
disengaja seperti lingkungan kependidikan, kebudayaan, masyarakat dan lain-lain,
dan lingkungan tak-disengaja seperti lingkungan alam, lingkungan hidup
(ekosistem) dan sebagainya, namun semua lingkungan tersebut mengandung
pengaruh yang bersifat mendidik atau takmendidik terhadap manusia-didik baik
di dalam lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun dalam kehidupan bebas
dalam masyarakat terbuka.
e.
Cita-cita atau Tujuan.
Islam adalah suatu
sistem di dalam mana terjadi proses kependidikan yang berusaha mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang
hendak diwujudkan melalui proses kependidikan itu. Pendidikan apapun senantiasa
kontekstual dengan nilai-nilai atau bahkan kommitmen dengan tata nilai.
Pendidikan Islam yang membawakan dan menanamkan nilai-nilai
Islami, lebih banyak berorientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam.
Menurut konsepsi Ilmu Pendidikan Islam, manusia dengan
aspek-aspek kepribadiannya yang berkembang sejak dini dapat dipengaruhi oleh
para pendidik (formal atau non-formal dan informal) dengan corak dan bentuk
idealitas yang diinginkan mereka dalam batas-batas fitrahnya masing-masing.
3.
Pendekatan Keagamaan (Spiritual)
Pendekatan ini memandang bahwa ajaran Islam yang bersumberkan
kitab suci A1 Quran dan sunnah Nabi menjadi sumber impirasi dan motivasi
pendidikan Islam.
Secara prinsipil, Allah SWT telah memberi petunjuk bagaimana
agar manusia yang diciptakan sebagai rnakhluk yang memiliki struktur dan kontur
psychis dan fisik yang paling sempuma dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya, dapat berkembang ke arah pola kehidupan yang bertaqwa kepada
khalik-Nya, tidak menyimpang ke jalan keludupan yang ingkar kepada-Nya.
Allah hanya memberikan dua altematif pilihan yaitu jalan
hidup yang benar atau jalan hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui
pertimbangan akal pikirannya yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis
lainnya.
Bila ia memilih jalan kebenaran, maka dijamin oleh Allah
akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat dan bila memilih jalan sesat,
maka ia diancam oleh Allah dengan sisksaan-Nya yang menyengsarakan hidupnya di
dunia dan akhirat.
Abul A’la Al-Maududi mendeskripsikan perkembangan moralitas
Islam itu ke da1am riga ciri kehidupan sebagai berikut:
1)
Keridhoan Allah menjadi tujuan hidup muslim dan keridhoan Allah menjadi sumber
pembakuan moral yang tinggi serta menjadi jalan evolusi
moral kemanusiaannya dengan sikap yang berorientasi kepada keridhaan Allah,
memberikan sangsi moral untuk mencintai Allah dan takut kepada-Nya, yang pada
giliranr.ya mendorong manusia mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar.
2)
Seluruh lingkungan kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral Islam
sehingga moral itu berkuasa penuh atas semua masalah kehidupannya, sedang hawa
nafsu dan vested interest (kecenderungan yang tetap) yang picik tidak
diberi kesempatan menguasai kehidupannya.
3)
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasari dengan
norma-norma kebajikan yang jauh dari kejahatan. Islam memerintahkan perbuatan
yang makruf dan menjauhi perbuatan mungkar, bahkan manusia dituntut untuk
menegakkan keadilan dalam menumpas segala bentuk kejahatan.
Model yang ideal bagi
proses pendidikan Islam sejalan dengan nilai-nilai riligius yang Islami
tersebut di atas dapat didiskripsikan secara prinsipal sebagai
berikut: -
(1)
Pandangan religious, Tiap manusia adalah makhluk berketuhanan yang
mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang beitakwa dan taat kepada
Allah, Khalik-Nya. Manusia dapat terjerumus ke dalam perbuatan dosa yang
mempergelap jiwanya sehingga mengalami derita hidup yang berkepanjangan, namun
sesuai dengan fitrahnya pula manusia mampu menjadi hamba Allah yang mengabdi
dan berserah diri kepada-Nya. Ia mampu membersihkan jiwanya dengan mengamalkan
agama Islam. Mendapatkan kendhoan Allah adalah menjadi cita-cita hidup seorang
muslim. Oleh karena itu seluruh tingkah lakunya mengandung niat yang ihlas untuk
beribadah kepada-Nya.
(2)
Proses kependidikan, diarahkan kepada terbentuknya uaanusia muslim
yang dedikatif kepada Allah dan yang bersikap menyerahkan diri secara total
kepada-Nya. Iahirnya dan keseluruhan hidupnya adalah milik Allah semata. Materi
pendidikan Islam harus bersifat mendorong manusia-didik untuk menyadari tentang
asat-usul kejadiannya; dari mana, di mana dan ke mana ia harus
kembali.
(4)
Strategi Operasianalisasinya, adalah
meletakkan manusia-didik berada dalam proses pendidikan sepanjang hayat dari
sejak lahir sampai meninggal dunia. Belajar tidak dibatasi dalam bentuk
institusi atau fonnal melainkan berada dalam kebebasan sepanjang hayat.
Sekolah hanya merupakan bentuk institusional kependidikan yang formalistik
yang mempersiapkan manusia-didik untuk menerjuni semudera kehidupan yang lebih
luas.
4.
Pendekatan Historis (Historical Approach)
Analisis ilmu pendidikan Islam dilihat dari latar belakang
historis, berarti menempatkan sasaran analisa pada fakta-fakta sejarah umat
Islam yang berawal dari Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah SAW.
Sejak pengangkatan Muhammad SAW menjadi utusan Allah, tahap
awal dari proses pendidikan Islam dimulai yaitu pada tahun ke-13 sebelum hijrah
ke Madinah, pada waktu Nabi berusia 40 Tahun.
Pendidikan Islam berproses berdasarkan pendekatan
individual, kemudian mengembang ke arah pendekatan keluarga, dan berlanjut ke
arah pendekatan sosiologis yang semakin meluas ke arah pendekatan nasional dan
berpuncak pada pendekatan universal.
Agama Islam yang bersumber dari wahyu Allah yang ditunankan
kepada Muhammad SAW mengandung doktrin kehidupan umat manusia yang bemilai
mendidik (paedagogis).
Firman-firman Allah dalam kitab suci A1 Quran yang mengandung
nilai historis, tersirat di dalamnya nilai-nilai paedagogis yang merentang ke
arah pembentukan kepribadian yang beriman hanya kepada Allah yang Maha Esa,
mentauhidkan kepercayaan manusia kepada kekuasaan yang Maha Esa yang bersifat
mntlak, tak ada tandingan-Nya dalam alam semesta.
Berbagai-pandangan dari ulama dan ilmuwan Islam tentang
faktor historis untuk menganalisa pendidikan Islam menunjukkan bahwa pada
prinsipnya pendidikan Islam berproses dalam 5 aspek:
a.
Ideal: proses mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita ajaran
Islam dapat berlangsung dengan lancar bila beiprinsip pada konsistensi dan
kesinambungan dalam suatu sistem kemasyarakatan yang teratur rapi.
b.
Institusional: tujuan atau cita-cita itu akan lebih mudah
dicapai melalui proses kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi
(lembaga) kependidikan, karena institusi menjadi wadah pengorganisasian dan
pelaksanaan program untuk mencapai tujuan pendidikan.
c.
Struktur: dengan stn.:ktur (bentuk) kelembagaan, kependidikan yang
berjenjang (bertingkat), tujuan pendidikan Islam dicapai secara bertahap
sesuai tingkat-tingkat perkembangan manusia-didik.
d.
Materiil: Tujuan akhir dan sementara pendidikan Islam menentukan corak
materi pelajaran, yang baru dapat efektif dan efisien, jika diajarkan dengan
sistem dan metode yang tepatguna sesuai dengan kerakteristik dari idealitas
nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dialog dapat
diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang di lakukan
melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan
pembicaraan. Dengan demikian, dialog merupakan jembatan yang menghubungkan
pemikiran seseorang dengan orang lain.
Dan
Pada dasarnya, kisah-kisah Qur’ani
merupakan salah satu sarana
Al-qur;an dalam menyampaikan dan mengokohkan dakwa Islam. Di sisi lain ,
ungkapan Al-Qur’an mampu memadukan
tujuan keagamaan dan tujuan seni sehingga Al-Qur’an memiliki keistimewaan
edukatif dan artistik. sebagai sarana
untuk mempengaruhi mental, mengobarkan semangat, dan membina perasaan
ketuhanan. Berikut ini terdapat sajian yang dapat di gunakan oleh para pendidik
untuk mengarahan para siswa melalui Tanya jawab tentang tujuan kisah-kisah
tersebut sehingga anak didik mampu mewujudkan tujuan tersebut dalam diri,
perilaku, pengembangan akal, pengembangan mental, dan pengembangan perasaan
anak didik. Tujuan terpenting yang harus kita perhatikan adalah:
· Pendidikan Islam layaknya
pendidikan-pendidikan yang lain, memerlukan pendekatan dan metode yang tepat.
· Pemilihan pendekatan dan metode yang
tepat guna dan berdaya guna sangat perlu dilakukan untuk mencapai apa yang
sudah ditetapkan dalam tujuan.
· Pendekatan Pendidikan Islam dintaranya :
Pendekatan system, Pendekatan sejarah, Pendekatan Pedagogis dan psikologis dan
Pendekatan Agama.
· Metode Pendidikan Islam diantaranya; Metode
mendidik secara berkelompok, secara intruksional, berceritra, melalui bimbingan
dan penyuluhan, Contoh dan Teladan, diskusi, menggunakan perumpamaan atau
metode internal, dengan cara targib dan tarhib.dan Tanya jawab.
·
secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, yaitu:
1. Metode Ceramah, Metode Latihan, Metode Tanya jawab, Metode Proyek ,
Metode Eksperimen, Metode Penugasan, Metode Diskusi, Metode Demontrasi, Metode
Eksperimen, Metode Problem solving, Metode Sosio Drama dan Metode Karyawisata.
2.Daftar Pustaka
Hj. Nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan
Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I, hal. 2
Abdurrahman Annahlawi,
prinsip-prinsip dan metode pendidikan islam dalam keluarga di sekolah dan di
masyarakat, alih bahasa Drs. Heri nur Ali, (Bandung: CV. Diponegoro,1989),hal.
273-277
Dr. Zakiah Drajat, Ilmu
pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), hal. 28
H. fadli Abdurrahman, DKK. Al qur’an dan
Terjemah Al-Jumanatul Ali, (Bandung: CV Penerbit J-ART), Juz 22
Arifin, HM, Ilmu Pendidikan Isla, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991)
Dictionary version 2.1.3 (80.4) coyright 2005-2009
Apple Inc
Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi,
Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Bandung: Azkia Pustaka Utama,
2008)
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta:Kalam Mulia, 1998)