Kamis, 13 Juni 2013

Makalah Metode dan Pendekatan Pendidikan Agama Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang Masalah


Tidaklah berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal maddah”, bahwa metode jauh lebih penting dibanding materi, karena sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak.. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya bisa kita teladani, karena Rasul saw. sejak awal sudah mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.

B.     Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.                     Bagaimana Metode dalam pendidikan Islam itu?

2.              Seperti Apa Mendidik melalui kisah qur’ani dan Nabaw?














BAB II
METODE PENDIDIKAN ISLAM
Pada dasarnya, metode pendidikan islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan  ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep beradapan Islam.  selain itu, metode  pendidikan Islam akan mampu menempatkan manusia di atas kuasanya permukaan bumi dan dalam lamanya masa yang di berikan kepada penghuni bum lainnya.
Metode-metode yang di anggap paling penting di antaranya sebagai berikut:
A.Metode dialog  Qur’ani dan nabawi
Dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang di lakukan melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan. Dengan demikian, dialog merupakan jembatan yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain.
Bentuk dialog  yang terdapat dalam Al- Qu’ran dan sunnah sangat vsiatif namun, bentukyang paling penting adalah:

1.Dialog khithabi dan ta’abbudi
   Al-Qu’ran di turunkan untuk menjadi petunjuk dan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang bertakwa. Di dalamnya, pada puluhan tempat, Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruan  ayyuhal- ladzina amanu.  seorang mukmin yang membaca seruan tersebut, niscaya akan segera menjawab: ya rabbi, aku memenuhi seruan-Mu, Hubungan antara seruan Allah dan tanggapapan orang mukmin itulah yang melahirkan sebuah dialog. Kondisi tersebut bisa berlangsung sebaliknya. Jika seseorag mukmin berdialog  dengan Tuhannya melalui do’a, Allah Maha tinggi akan menjawab sesuai  konteks doa hamba-Nya.

2.Dialog diskriptif
Dialog diskriptif di sajikan dengan diskripsi atau gambaran orang-orang yang tengah berdialog.  pendeskripsian itu meliputi gambaran kondisi hidup dan psikologi  orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat memahami kebaikan dan keburukannya.

3.Dialog naratif
Dialog naratif tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur ceritanya jelas sehingga menjadi bagian dari cara atau unsur  cerita dalam Al-Qur’an. Walaupun  Al-Qu’ran mengandung kisah yang di sajikan dalam bentuk di alog, kita tidak dapat mengidentikkan keberadaannya dengan drama yang sekarang ini muncul sebagai sebuah jenis  karya sastra. Atinya, Al-Qur’an tidak menyajikan unsur  dramatic walaupun dalam penyajian kisahnya terdapat unsur  dialog, seperti surat Hua yang mengisahkan syu’aib dan kaumnya. Sepuluh ayat pertama dari kisah syu’aib di sajikan dalam bentuk dialog yang kemudian di akhiri dengan ayat yang menjelaskan kebinasaan kaum tersebut .

4.Dialog argumentatif
Di dalam dialog argumentatif , kita akan menemukan diskusi dan perdebatan yang di arahkan pada pengokohan  hujjah atas kaum musyrikin agar mereka mengakui pentingnya keimanan dan pengesahan kepada-Nya, mengakui kerasulan akhir nabi Muhammad saw. Mengakui kebatilan  tuhan- tuhan mereka, dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah saw. seperti penjelasan beliau tentang peristiwa  Isra’Mikraj

5.Dialog nabawi
pada dasarnya, Rasulullah saw.Telah menjadikan jenis dan bentuk dialog Qur’ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode pendidikan dan pengajaran beliau.
hal ini tidaklah mengherankan karena, bagaimanapun, akhlak beliau adalah Al-Qur’an.

B.Mendidik melalui kisah qur’ani dan Nabawi
1.Pentingnya kisah edukatif
 Pendidikan melalui  kisah-kisah tersebut dapat mengiring anak didik pada kehangatan perasaan ,kehidupan,dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui  tekadnya  seleras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.

2.Tujuan pendidikan dalam kisah Qur’ani
          Pada dasarnya, kisah-kisah Qur’ani  merupakan salah  satu sarana Al-qur;an dalam menyampaikan dan mengokohkan dakwa Islam. Di sisi lain , ungkapan Al-Qur’an  mampu memadukan tujuan keagamaan dan tujuan seni sehingga Al-Qur’an memiliki keistimewaan edukatif dan artistik.  sebagai sarana untuk mempengaruhi mental, mengobarkan semangat, dan membina perasaan ketuhanan. Berikut ini terdapat sajian yang dapat di gunakan oleh para pendidik untuk mengarahan para siswa melalui Tanya jawab tentang tujuan kisah-kisah tersebut sehingga anak didik mampu mewujudkan tujuan tersebut dalam diri, perilaku, pengembangan akal, pengembangan mental, dan pengembangan perasaan anak didik. Tujuan terpenting yang harus kita perhatikan adalah:

Pertama:  kisah-kisah Qur’ani di sajikan untuk untuk mengokohkan wahyu dan risalah Rasulullah. Artinya, Nabi Muhammad tidak pernah belajar  kepada pendeta yahudi dan Nasrani ketika beliau harus membacakan kisah-kisah tersebut kepada kaumnya. Rasulullah saw. Memperoleh kisah-kisah Qur’ani melalui firman Allah. Kisah-kisah tersebut sangat rinci dan jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan bagi orang –orang yang berakal pada anggapan bahwa kisah itu bersumber pada firman Allah dan Nabi Muhammad hanya menyampaikan risalah Tuhan kepada umatnya.

  Kedua: kisah- kisah dalam al-Qur’an merupakan penjelasan bahwa seluruh agama yang di bawa para Nabi barasal dari Allah.

Ketiga: melalui kisah-kisah Qur’ani, kita memperoleh kejelasan bahwa Allah adalah penolong para rasul dan orang- orang beriman lainya serta mengasihi dan menyelamatkan mereka dari berbagai  bencan, mulai dari zaman Adama.s. sehingga  zaman Muhammad saw.
3.Tujuan Pendidikan dalam Kisah Nabawi
 kisah nabawi memiliki tujuan yang lebih  jika di bandingkan dengan tujuan utama yang lebih cenderung pada pemantapan perilaku.kisah nabawi dapat kita bagi menjadi bagian-bagian  berikut ini:
Pertama: melalui kisah-kisah nabawi kita akan menemukan ajaran keikhasan dalam beramal saleh dan menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah dalam memecahkan berbagai  permasalahan hidup.

Kedua:kisah-kisah yang mengarahkan kita pada kebiasaan bersedekah dan mensyukuri  nikmat.

C.Mendidik melalui perumpamaan
1. sekilas tentang perumpamaan 
Dalam tafsir Al- Manar, sayyid Rasyid Ridha penanggapi ayat : “perumpamaan  mereka adalah orang yang menyalakan api …”(al- baqarah:17)
Dari uraian di atas, kita dapat mengatakan bahwa perumpamaan Al-Qur’an memiliki maksud- maksud tertentu., dan yang terpenting adalah :
Pertama :  menyerupakan suatu perkara suatu perkara, yang hendak di jelaskan kebaikan dan keburukannya, seperti menyerupakan kaum musyrikin yang mengambil pelindung selain Allah dengan sarang laba-laba yang rapuh dan lemah.
Kedua:  mencerikan suatu kedaan dari berbagai keadaan dan membandingkan keadaan itu dengan keadaan lain yang sama –sama memikliki akibat dari keadaan tersebut. Penceritaan itu di maksud untuk menjelaskan perbedaan di antara mereka, sebagaimana perbandingan yang terdapat pada surat Muhammad.
            Ketiga:menjelaskan kemustahilan adanya persamaan di antara dua perkara, misalnya kemustahilan anggapan kaum musyrikin  yang menganggap bahwa tuhan mereka memiliki persaan dengan A-Khaliq sehingga mereka menyembah keduanya secara bersamaan.

2. Dampak Edukatif perumpamaan
perumpamaan- perumpaan Qur’ani dan nabawi   tidak hanya menunjukkan ketinggian karya seni  yang ditunjukkan untuk  meraih keindahan balaghah semata. Lebih dari itu, perumpamaan-perumpamaan tersebut memiliki tijuan psikologis- edukatif yang ditunjukan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksud selain kemukjijatan balaghah dan dampak metode pengajian yang di gunakan nya Untuk jelasnya, tujuan psiologi- edukatif .   

D. Mendidik Melalui keteladanan
1. pentingnya sebuah figure teladan
Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi perkembangan  manusia melalui sistematisasi bakat, psikologis, mental, dan potensi manusia. Namun, tidak dapat di pungkiri jika timbul masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetep memerlukan pola pendidikan reaslistis yang dicontohkan oleh seorang pendidik melalui perilaku dan metode pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak didiknya yang dia sambil tetap berpegang pada landasan, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan itulah Allah mengutus Muhammad saw.

2. nilai Edukatif yang Teraplikasikan
            Tinjauan dari ilmiah menunjukkan bahwa, pada dasarnya, keteladanan memiliki sejumlah azas kependidikan berikut ini .
pertama: pendidikan islami merupakan konsep yang  senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidiknya, bersegera untuk berkorban, dan menjauhkan diri hal-hal yang hina. Artinya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang di derikan kepadanya sehingga perilaku ideal yang di harapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan. Begitu juga dengan orang tua;anak-anak harus memiliki figur teladan dalam keluarganya sehingga sejak keci l dia terarahkan oleh konsep-konsep islam

kedua: sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah saw. Sebagai teladan abadi dan actual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat kita untuk meneladani beliau.



3.peniruan :Dasar psikologis Keteladanan
Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur tedan bersumber bagi kecendarungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantisa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain (empati) sehingga dalam peniruan ini, anak-anak meniru orang dewasa; kaum lemah cenderung meniru kaum kuat; serta bawahan meniru atasnya.

Pada hakikatnya, peniruan itu berpusat bagi tiga unsur berikut ini.
Pertama: kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Lebih jelasnya hal itu terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergarak, cara bergaul, atau periolaku-perilaku lan dari orang  yang mereka kagumi.

Kedua: kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia memiliki kesiapan dan potensi terbatas untuk periode tersebut. Karena  itulah . Islam mengenakan kewajiban sholat pada  usianya  belum mencapai tujuh tahun dengan tetap menganjurkan kepada orang tua  untuk mengajak anaknya meniru gerakan-gerakan sholat. Namun,orang tua harus mempertihungkan kesiapan dan potensi ketika anak-anak meniru seseorang.

Ketiga: setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui  oleh si peniru atau bias jadi juga tujuan itu sendiri tidak jelas, bahkan tidak ada. Pada, dasarnya, di kalangan anak-anak, peniruan lebih cenderung didorong oleh tujuan kehidupan yang di fensif, yaitu kecenderungan mempertahankan dunia individual karena seolah-olah dia berada dibawah bayang- bayang individu yang kuat dan perkasa, yang membuat orang  menirunya .

4 Nilai-Nilai Edukatif dalam keteladanan
  Pola pengaruh keteladanan berpindah kepada peniru melalui berada bentuk , dan bentuk yang penting adalah :
a.       Pemberian pengaruruh spontan
Pengaruh yang tersisat dari sebuah keteladanan akan menentukan sejauhmana seseorang memiliki sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru, dirinya, baik dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau ketulusan. Dalam kondisi yang demikian, pengaruh keteladanan itu secara spontan dan tidak di sengaja. Ini bahwa setiap orang yang ingin di jadikan panutan oleh orang lain harus senantiasa mengontrol perilakunya dan menyadfari bahwa dia akan diminta pertanggung-jawaban di hadapan Allah atas segala tintack-tantuk yang diikuti oleh khayalak atau ditiru oleh orang-orang  yang mengkaguminya.
b.      Pemberian pengaruh secara sengja
Pemberian pegaruh melalui keteladanan bias jaga dilakukan secara sengaja. Misalnya, seorang pendidik menyampaikan modal bacaan yang diikuti oleh anak didik.

E. Mendidik Melalui Praktik dan Perbuatan
       Islam bukan agama irasional mengetengahkan konsep-konsep abstrak yang tidak dipahami oleh penganutnya .
       Pada dasarnya, Islam merupakan agama tertumpupada hubungan antara manusia dengan Rabb pencipta alam semesta. Islam merupakan  agama yang menuntut kita melakukan bergagai perbuatan realistis dan amal saleh yang diridhai Allah. Islampun menuntut umatnya untuk mengarahkan segala perilaku, naluri, dan pola kehidupan  menuju perwujudan etika dan syariat ilahiah secara nyata.

1. pendidikan praktis melalui latihan dan pengulangan
          Ketika membina para sahabat, Rasullah saw. Menggunakan metode praktik langsung. Ketika mengajarkan shalat, beliau memimpin langsung para sahabat dari mimbar, sementara menjadi makmum dibelakang beliau dengan maksud memberikan pelajaran shalat pada mereka.

3 Mstode praktis dalam menghafal
          Dalam pola pendidikanya, secara praktis rasullah saw. Mengetengahkan doa-doa penting dan ayat-ayat Al-Qur’an kepada para sahabat. Untuk itu, para sahabat mengulang-ulang doa atau ayat tersebut dihadapan Rasulullah saw. Agar beliau dapat menyimak bacaan para sahabat. Sehubuingan dengan itu, ada sebuah hadits yang mengajarkan beberapa kalimatyang menganjurkan membaca doa sebelum tidur.

1.      Dampak Edukatif praktik dan latihan
Pada dasarnya, pendidikan Islam melaui metode praktik dan latihan akan mengarahkan anak didik menjadi invidu yang stabil, berakhlak mulia, serta lebih produktif Kemuliaan akhlak dapat kita rasakan melalui konsep-konsep berikut ini:

Pertama: kesempurnaan kerjadapat dijadikan tolok ukur dalam memantau kesempurnaan hapalan dan pelaksanaan ibadah .

Kedua : manusia merasa bertanggung –jawab untuk bekerja dengan baik sehinga bentuk kurikulum yang dinamis, bernalar, dan berperasaan, serta dibangun di atas kesadaran, kelembutan, dan kebaikan dalam pelaksanaan
Ketiga: tawadhu, mencintai amal saleh, menjauhi tipu daya, dan meninggalkan kelemasan serta sikap nrimo.

F. Pendidikan Melalui ‘Ibrah dan Mau’izahah
          Dilihat dari segi pemakain, kita menemukan frekuensi pemakaian kedua kata tersebut seolah-olah menunjukkan kesinoniman.
1.        Mendidik Melalui ‘brah
a.       Makna Harfiah dan Qur’aniah ‘Ibrah
          ‘Ibrah berasal dari kata ‘Ibara ar-ru’ya yang berarti ‘menafsirkan mimpi dan memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpin ‘, atau ‘keadaan setelah kematiannya’ dan ‘Abara al-wadi berarti ‘melintas lembah dari ujung lain dari berlawan’, Ar-Raghib berkata bahwa asal makna kata al-‘ibr adalah ‘melintasi  suatu keadaan ke keadaan lain ‘ dan kata ‘ubur dikhususkan untuk makna  ‘melintas air’ . Dalam penafsiran surat yusuf, Muhammad Rasyid Ridha mengatakan  bahwa al-‘itibar’ibrah berarti’ ‘keadaan yang mengatarkan dari suatu peberarti’ ‘keadaan yang mengatarkan dari suatu pengetahuan yang terlihat menuju sesuatu yang tidak terlihat, atau jelasnya berarti merenung dan berfikir’. Dengan demikian, ‘ibrah dan I’tibar itu merupakan kondisi psikologis yang mengantarklan manusia menuju pengetahuan yang dimaksud dan dirujuk oleh suatu perkara yangh dilihat, diselidiki, di timbang-timbang , diukur, ditetapkan manusia menurut pertimbangan akalnya sehingga dia sampai  pada pada suatu kesimpulan yang dapat mengkhusyukan kalbunya sehingga kekhusyuan itu mendorongnya untuk berperilaku logis dan sesuai dengan kondisi masyarakat

b.    Jenis ‘ibrah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah

Modal-modal ‘itibar atau pengajaran di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang suci berbeda-beda selaras dengan beragamnya topic ‘ibrrah.

1.      ‘Ibrah Melalui Kisah
          Setiap kisah Qur’ani atau nabawi memiliki tujuan kependidikan ketuhanan. ‘Ibrah melalui kisah hanya dapat dicapai oleh orang yang berfikir sadar dan orang yang hawa nafsunya tidak mengalahkan akal dan fitrah. Artinya, dia mampu menarik kesimpulan dari kisah tersebut.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan perenung an atas kisah tertentu. Artinya, melaui pengambilan ‘ibrah, para pendidik dapat membina anak didik sehingga mereka memiliki akhlak Islam dan perasaan ketuhanan. Karena pengambilan ‘ibrah itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berakal, seorang pendidik dituntut untuk mampu menyadarkan anak didiknya agar melakukan perenungan dan membiasakan mereka berfikir sehat. Latihan-latihan yang dapat dilakukan adalah:

Pertama: setelah anak didik mempelajari kisah-kisah dari terjemah atau buku-buku tafsir, hendaknya pendidik melontarkan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan itu akan mengantarkan akal mereka pada pemerolehan . ‘ibrah dari setiap kisah Qur’ani

Kedua : pertanyaan pertanyaan itu dapat dilakukan berulang-ulang hinga naluri dan perasaan mereka tertuju pada kisah tertentu atau sikap tertentu dari sebuah kisah. Dengan demikian, seorang pendidik telah pengembangkan perasaan ketuhanan mereka.

2.        Mengambil  Pelajaran dari Nikmat dan Makhuk Allah
            Berbagai nikmat dan mahlukAllah yang telah disediakan bagi manusia. Karena ‘ibrah itu didasarkan atas pemikiran yang dalam dan pengamatan yang cermat, kita dapat mengetahui isyarat dari beberapa perkara yang mengeloraklan kedasyatan dan mengajak kepada kepada perenungan, seperti berbagai keajaiban yang telah diciptakan dan dianugrakan oleh Allah kepada kita. Misalnya ayat di atas mengisyaratkan susu yang putih dan murni dari segala campuran dan kotoran, padahal susu itu dihasilkan dari perpadauan tinja dan darah. Pada ayat di atas pun diisryatkan buh anggur dan buah dan kurma yang menyerap makanan dari air tanah. Dengan kekuasaan Allah, buah itu memberikan kemabukan kepada manusia sekaligus berfungsi sebagai rezeki yang baik. Dari buah itu pun dapat di hasilkan zat gula(glukosa) yang menjadi separuh makanan manusia di beberapa belahan bumi.

3.        Mengambil Peelajaran dari  Berbagai Peristiwa sejarah
Al-Qur’an telah mengisyaratkan beberapa peristiwa sejarah yang menonjol dan memiliki kaitan dengan peristiwa sesudahnya, seperti Perang badar dan Ahzab. Al-Qur’an pun mengisyaratkan pelajaran dari berbagai peristiwa itu, seperti dari perang Bani Nadhir, di mana Allah menyifati kejelasan mereka

c.         Pengajaran Sejarah Menurut Pendidikan Islam
Uraian di atas menjelaskan bahwa tujuan pengajaran sejarah, diantaranya adalah:

1.      Meneliti dan mengambil ‘ibrah dari segala peristiwa sejarah sehingga dalam dunia pendidikan, seorang pendidik dan buku acuannya harus di arahkan pada sasaran ini.

2.      Meneliti perwujudan sunnatullah pada berbagai umat dan generas, dan bagaimana Allah menggilirkan (kejadian )zaman diantaranya manusia. Sunnah-sunnah itu akan menimpa kaum disegala zaman karna sesuai karkternya, sunnah Allah itu tidak akan mengalami perubahan. Dengan demikian, kapanpun dan di mana pun,kita harus berupaya memahami dan peka  terhadap perwujudan sunnah. Misalnya, ketika menengah membahas  materi runtuhnya suatu Negara, kemenganya, perkembanganya, atau puncak kejayaannya,kita harus melihat ibrah apa yang terjadi di balik itu.


d.      mendidik melalui targhib dan tarhib
          targhib adalah janji yang di sertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan ,kelezata,dan kenikmatan .namun,penundaan itu bersifat pasti ,baik,dan murni serta di lakukan melalui amal shaleh atau pencegahan diri dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk),yang jelas semua di lakukan untuk mencari keridhoan allah dan itu merupakan rahmat dari allah bagi hamba- hambanya.
          Sedangkan tarhib adalah ancaman atau itimidasi melalui hukuman yang di sebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa,kesalahan,atau perbuatan yang telah di larang  allah.selain itu juga menyepelekan pelaksanaan kewajiban yang telah di perintahkan allah.tarhib pun dapat di artikan sebagi ancaman dari allah untuk menakut-nakuti hamba-hambanya melalui kesalahan atau salahsatu sifat keagungan dan kekuatn ilahiah agar mereka teringatkan untuk tidak melakukan kesalahan dan kemaksiatan .

e.targhib-tarhib qur’ani dan nabawi
targhib dan tarhib dalam pendidikan islam lebih memiliki makna ‘’imbalan dan hukuman’’ kelebihan itu bersumber dari karakteristik ketuhanan yang tidak membunuh fitrah manusia yang menjadi identitas pendidikan,kelebihan yang paling enting ialah:

a.targhib – tarhib qurani dan nabawi bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi ,maka ayat-ayat tentang targhib –tarhibyang menyangkut salah satu perkara akhirat senantiasa berkaitan dan mengandung isyarat keimanan kepada allah dan hari akhirat .

b.targhib-tarhib qurani dan nabawi itu di sertai oleh gambaran keindahan dan kenikmatan surge yang menakjubkan atau pembeberan azab neraka .

c.targhib –tarhib qurani dan nabawi bertumpu pada pengobaran emosi dan pembinaan afeksi ketuhanan .

B.     PENGERTIAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
Kata “pendekatan” yang dalam bahasa inggrisnya adalah approach mempunyai arti a way of dealing with something (sebuah jalan untuk melaksanakan sesuatu).
Pendidikan Islam menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah bahwa pendidikan islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau dengan tulisan.
Marimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran – ukuran islam
A.    . PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut HM.Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menuliskan empat pendekatan pendidikan islam.Keempat pendekatan itu adalah :
  1. Pendekatan Sistem (system approach).
Pendidikan Islam yang ruang lingkupnya sama sebangun dengan kebutuhan hidup umat manusia dalam seluruh bidang-bidangnya, secara sistemik, adalah proses mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan menuju titik optimal kemampuan manusia berlandaskan nilai-nilai Islami, berlangsung menurut sistem hukum tertentu yang menentukan corak dan watak hasil (produk) akhimya.
Watak ilmu pendidikan Islam adalah sistematis dan konsisten menuju ke arah tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu maka pendidikan Islam memerlukan pemikiran sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam sistem-sistem yang aspiratif terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul gangguan dan hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan orientasinya yang benar.Semakin banyak gangguan yang timbul dalam suatu sistem, maka semakin besar pula daya perusak yang mengancam mekanisme sistem itu dan makin menjauhkannya dari tujuan yang dicita-citakan.
Dalam berbagai ayat Al Quran dapat kita temukan makna suatu satem mekanisme alam semesta, sistem kehidupan sosial dan sistem kehidupan individual (dilihat dari segi biologis).
Ayat-ayat yang menunjukkan sistem gerakan benda-benda sa­mawi di ruang angkasa luar planit bumi kita ditunjukkan oleh Tuhan dengan firman-firrnan-Nya seperti berikut:
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin, 38).Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, se­hingga (setelah dia sampai pada di manzilah yang terakhir) kembalilah dia kebentuk tanda yang tua” (Yaasin, 39).Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam­pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis peredaranrrya. (Yaasin, 40).
Kaitannya dengan sistem kehidupan sosial, Allah menun­jukkan suatu sistem harmonisasi hubungan antara manusia dengan Khalik-Nya dan hubungan dengan sesamanya secara seimbang, serasi dan selaras. Bila sistem hubungan itu tidak harmonis, maka timbullah kerusakan.
Ayat yang berkaitan dengan sistem pertumbuhan dan perkem­bangan manusia sejak dari tahap awal kejadiannya adalah seperti di deskripsikan Allah dalam firman-Nya Al-Mukminun ayat 12 – 14 : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (herasad) dari tanah, kemudian Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bur.gkus dercgan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk (yang berbentul;) lain. Maka Mahasucilah Allah Pencipta yang Paling batk. (Al-Mukminun, 12 – 14).
Sejalan dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan Islam itu memiliki karakteristik (ciri pokok) yang bersifat “goal-oriented” secara operasional pendidikan Islam yang dilaksanakan mendasarkan pende­katan sistem itu dapat dikembangkan ke dalam model sebagai berikut:
1) Secara sistemik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang integralistik, total (berkebulatan) yang terbentuk dari unsur rohaniah dan jasmaniah yang tak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Masing-masing unsur tersebut memiliki organ-organ psikis dan fisikal yang bekerja secara fungsional saling mempengaruhi (in­teraktif) dan saling mendorong perkembangan ke arah pencapaian rujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan Islam.
2) Secara pedagogis, pendidikan Islam diletakkan pada strategi pe­ngembangan seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik, menuju ke arah pembentukan pribadi muslim paripurna (serbaguna) dalam dimensi rohaniah dan jasmaniahya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang berorientasi kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi secara simultans (bersamaan).
3) Institusionalisasi (pelembagaan) pendidikan Islam diwujudkan dalam struktur (bentuk) yang hierarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa manusia-didik, menuju ke arah optimali­sasi kemampuan belajamya yang semakin mendalam dan meluas. Institusi kependidikan Islam selain bertugas sebagai wadah (wahana) juga berfungsi mengarahkan proses kependidikan sesuai dengan program-programnya yang telah ditetapkan.
4) Secara kurikuler, pendidikan Islam mengarahkan seluruh input in­strumental (Guru, metode, kurikulum dan fasilitas) dan input envi­ronmental (tradisi kebudayaan, lingkungan masyarakat, lingkungan alam) menjadi suatu bentuk program kegiatan kependidikan yang ditujukan kepada merealisasikan cita-cita Islami yaitu produk pendidikan Islam yang diharapkan. Proses pelaksanan kurikuler itu harus berdasarkan atas efisiensi dan efektivitas pengelolaan secara tahap demi tahap, sesuai dengan tingkat kemampuan manusia-didik.
2. Pendekatan Paedagogis dan Psikologis
Pendekatan ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa manusia-didik adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memer­lukan bimbingan dan pengarahan melalui proses kependidikan.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dari pengertian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis, karena pekerjaan mendidik atau mengajar yang bersasaran pada manusia yang sedang berkembang dan bertumbuh itu harus didasarkan pada tahap-tahap perkembangan/pertumbuhan psikologis di mana psikologi telah banyak melakukan studi secara khusus dari aspek-­aspek kemampuan belajar manusia.
Tanpa didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara paedagogik (ilmu pendidikan) dengan psiko­logi (dalam hal ini psikologi pendidikan) saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses pengembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.
Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologss dalam din manusia-didik telah diidentifikasikan oleh ahli psikolagi (muslim) untuk dapat diperhatikan oleh para pemproses pendidikan (guru dan pendidik formal lainya) agar hambatan dan rintangan psikologis itu dapat diatasi dengan metode yang tepat dan berdaya guna. Hambatan dan gangguan itu diantaranya adlah penyakit hati, seperti firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 10.” Dalam hati mereka ada penyaki, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Penyaki hati mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keya­kinan inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi, agama Islam, dan orang-orang Islam. Inilah yang tergolong penyakit mental, yang menghambat dan merintangi ;pmses kependidikan Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit terse­but dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pen­didikan. Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egocentrisme dan egoisme yang menggejala dalam bentuk perbuatan verbal mer.cela, mengejek, merendalxkan orang lain, takabur, congkak, sombong, tinggi ‘hati, tidak menghargai martabat orang lain dan lain-lain, seperti didiskripsikan dalam A1 Quran sebagai ciri-ciri mental orang kafir dan munafik.,misalnya disebutkan dalam A1 Baqarah, 13 – 15 : “Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa paedagogis, sering pula menunjukkan beberapa penyakit mental orang munafik orang musyrik dan kafir yang menggejala dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan antara manusia. Seperti penyakit mental munafik diberitahukan oleh beliau dengan sabdanya sebagai berikut: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu ketika ia berbicara, ia berdusta. Ketika ia berjanji, ia memungkirinya, dan ketika ia diberi amanat, ia mengkhianatiny.” (H.R. Buchari).
Jadi, ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah tergolong penyakit mental yang menjadi ciri orang munafik. Pendidikan Islam bertugas menghilangkan kecenderungan manusia-didik terhadap penyakit mental tersebut dengan mempergunakan berbagai metoda.
Sikap mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan pihak lain dan sebagainya, pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan Tuhan atau lalai,berwatak kikir dan sebagainya; juga tergolong penyakit mental seperti ditunjukkan dalam firman Allah Surat Al-Ma’arij ayat 20 – 22 : “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”
Kekuatan iman inilah yang menjadi sumber pendorong (moti­vasi) manusia ke arah ketaqwaan kepada Allah yang menyatakan diri alam berbagai bentuk amal-amal perbuatan saleh dan sikap ubu­diyyahnya kepada Khalik melalui shalat, beribadat saum dan berhaji dan sebagainya.
Sebaliknya Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku orang­-orang yang beriman dan bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam; Surat Al-Mukninun ayat 1-6 : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiadaberguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat; dan orang-orang yang menjaga kemaduannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini rnereka tiada tercela. (Al Mukmirnm, 1 – 6)
Cin-ciri mentalitas Islami seperti tersebut di atas merupakan teberapa aspek mental positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh pendidikan Islam melalui proses-proses yang direncanakan: Ciri-ciri keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, yang telah tertanam niat dalam jiwa manusia-didik akan menjadi sumber rujukan semua perbuatannya di masa dewasanya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnyu manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir; Apabila ia ditimpa .kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir; Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”.(AI-Ma’arij, 19 – 22).
Kaitannya dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit mental tersebut, Pendidikan Islam mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan mental-spiritual yang mampu menangkal segala bcntuk penyakit mental, yaitu kekuatan IMAN yang benar, ialah iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.
1. Proses Perkembangan dan Pertumbuhan manusia-didik, dalam Kaitannya dengan Kemajuan Hidupnya Melalui Proses Belajar.
 adalah makhluk Tuhan yang mempunyai kecendenmg­an belajar. Belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman (menurut Edward Walker, 1967). Juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang membawa perubahan dalam cara seseorang menanggapi: dan memberikan respon sebagai hasil dari hubungannya dengan alam sekitar. (Floyd, L. Ruch, 1963).
Ciri-ciri perubahan yang terjadi dalam diri sesearang melalui belajar itu bersifat disengaja, bukan terjadi perubahan secara automatis, seperti perubahan tingkah laku akibat mabuk, kelelahan, kematangan usia dan sebagainya.
Manusia mengalami perkembangan adalah berkat dari kegiatan belajarnya, dan kegiatan belajar itu berlangsung melalui proses sejak lahir sampai meninggal dunia (minal mahdi ilal lahdi). Proses belajar yang berhasil-guna adalah jika tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara tepat-guna. Jadi proses belajar adalah kegiatan yang berarah dan bertujuan.
2. Sasaran-sasaran analisis
Ilmu Pendidikan Islam dilihat dari segi psikologis dan paedagogis mencakup 5 faktor sebagai berikut:
a. Pendidik
Sebagai pengendali dan pengarah proses serta pembimbing arah perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik, ia adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang rohaniah dan jasmaniahnya, dan memahami kebutuhan perkembangan dan per­tumbuhan manusia-didik bagi kehidupan masa depannya. la tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia­didik, melainkan juga mentransformasikan tata-nilai Islami ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai prilaku mereka sebagai pribadi yang bernafaskan Islam.
b. Manusia-didik.
Sebagai objek (sasaran) pekerjaan mendidik, manusia-didik adalah mahluk yang sedang berada dalam proses perkembangan/pertum­buhan menurut fitrah masing-masing, sangat memerlukan bimbing­an dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Selain sebagai objek didik, ia juga harus diberi peran. sebagai subjek-didik melalui berbagai kesempatan yang tepat, karena proses kependidikan untuk mengembangkan ciri-ciri individual mereka berdasar atas kemampuan dari komponen-komponen fitrahnya harus didorong ke arah perkembangan positif dan konstruktif bagi kepentingan dirinya. Dorongan atau motivasi, persuasi atau rangsangan yang positif dan koastruktif itu diberikan kepada mereka berdasar­kan hukum-hukum mekanisme perkembangan/pertumbuhan yang bersifat kesatuan organis, konvergensis dan temporer (menurut tempo).
c. Alat-alat pendidikan.
Alat-alat ini berupa fisik atau non-fisik yang dalam proses kependidikkan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat terse­but ialah untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses kependidikan itu, oleh karena itu alat-alat tersebut perlu diseleksi terlebih dahulu sebelum dipergunakan dalam proses, mana yang tepat-guna dan mana yang kurang tepat-guna diukur dari tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam proses.
Dalam pengertian Ilmu Pendidikan Islam terdapat persyaratan lain­nya yaitu walaupun alat-alat itu bemilai efektif dan efisien namun bila bemilai tidak halal atau tak dapat dibenarkan menurut norma-­norma Islalmi, maka alat tersebut tidak halal untuk diterapkan dalarn proses kependidikan.
d. Lingkungan sekitar.
Lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang disengaja seperti lingkungan kependidikan, kebudayaan, masyarakat dan lain-­lain, dan lingkungan tak-disengaja seperti lingkungan alam, lingkungan hidup (ekosistem) dan sebagainya, namun semua lingkung­an tersebut mengandung pengaruh yang bersifat mendidik atau tak­mendidik terhadap manusia-didik baik di dalam lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun dalam kehidupan bebas dalam masya­rakat terbuka.
e. Cita-cita atau Tujuan.
 Islam adalah suatu sistem di dalam mana terjadi proses kependidikan yang berusaha mencapai suatu tujuan yang telah di­tetapkan. Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui proses kependidikan itu. Pendidikan apapun senantiasa kontekstual dengan nilai-nilai atau bahkan kommitmen dengan tata nilai.
Pendidikan Islam yang membawakan dan menanamkan nilai-nilai Islami, lebih banyak berorientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam.
Menurut konsepsi Ilmu Pendidikan Islam, manusia dengan aspek-­aspek kepribadiannya yang berkembang sejak dini dapat di­pengaruhi oleh para pendidik (formal atau non-formal dan informal) dengan corak dan bentuk idealitas yang diinginkan mereka dalam batas-batas fitrahnya masing-masing.
3. Pendekatan Keagamaan (Spiritual)
Pendekatan ini memandang bahwa ajaran Islam yang bersum­berkan kitab suci A1 Quran dan sunnah Nabi menjadi sumber impirasi dan motivasi pendidikan Islam.
Secara prinsipil, Allah SWT telah memberi petunjuk bagaimana agar manusia yang diciptakan sebagai rnakhluk yang memiliki struktur dan kontur psychis dan fisik yang paling sempuma dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, dapat berkembang ke arah pola kehidupan yang bertaqwa kepada khalik-Nya, tidak menyimpang ke jalan keludupan yang ingkar kepada-Nya.
Allah hanya memberikan dua altematif pilihan yaitu jalan hidup yang benar atau jalan hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal pikirannya yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis lainnya.
Bila ia memilih jalan kebenaran, maka dijamin oleh Allah akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat dan bila memilih jalan sesat, maka ia diancam oleh Allah dengan sisksaan-Nya yang me­nyengsarakan hidupnya di dunia dan akhirat.
Abul A’la Al-Maududi mendeskripsikan perkembangan moralitas Islam itu ke da1am riga ciri kehidupan sebagai berikut:
1) Keridhoan Allah menjadi tujuan hidup muslim dan keridhoan Allah menjadi sumber pembakuan moral yang tinggi serta menjadi jalan evolusi moral kemanusiaannya dengan sikap yang berorientasi kepada keridhaan Allah, memberikan sangsi moral untuk mencintai Allah dan takut kepada-Nya, yang pada giliranr.ya mendorong manusia mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar.
2) Seluruh lingkungan kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral Islam sehingga moral itu berkuasa penuh atas semua masalah kehidupannya, sedang hawa nafsu dan vested interest (kecenderungan yang tetap) yang picik tidak diberi kesempatan menguasai kehidupannya.
3) Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasari dengan norma-norma kebajikan yang jauh dari kejahatan. Islam memerintahkan perbuatan yang makruf dan menjauhi per­buatan mungkar, bahkan manusia dituntut untuk menegakkan keadil­an dalam menumpas segala bentuk kejahatan.
Model yang ideal bagi proses pendidikan Islam sejalan dengan nilai-nilai riligius yang Islami tersebut di atas dapat didiskripsikan secara prinsipal sebagai berikut:           -
(1)   Pandangan religious, Tiap manusia adalah makhluk berketuha­nan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang beitakwa dan taat kepada Allah, Khalik-Nya. Manusia dapat terjerumus ke dalam perbuatan dosa yang mempergelap jiwanya sehingga mengalami derita hidup yang berkepanjangan, namun sesuai dengan fitrahnya pula manusia mampu menjadi hamba Allah yang me­ngabdi dan berserah diri kepada-Nya. Ia mampu membersihkan jiwanya dengan mengamalkan agama Islam. Mendapatkan kendhoan Allah adalah menjadi cita-cita hidup seorang muslim. Oleh karena itu seluruh tingkah lakunya mengandung niat yang ihlas untuk beribadah kepada-Nya.
(2)   Proses kependidikan,  diarahkan kepada terbentuknya uaanusia muslim yang dedikatif kepada Allah dan yang bersikap menye­rahkan diri secara total kepada-Nya. Iahirnya dan keseluruhan hidupnya adalah milik Allah semata. Materi pendidikan Islam harus bersifat mendorong manusia-didik untuk menyadari tentang asat-usul kejadiannya; dari mana, di mana dan ke mana ia harus kembali.
(4)   Strategi Operasianalisasinya,  adalah meletakkan manusia-didik berada dalam proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia. Belajar tidak dibatasi dalam bentuk institusi atau fonnal melainkan berada dalam kebebasan sepan­jang hayat. Sekolah hanya merupakan bentuk institusional kepen­didikan yang formalistik yang mempersiapkan manusia-didik untuk menerjuni semudera kehidupan yang lebih luas.
4. Pendekatan Historis (Historical Approach)
Analisis ilmu pendidikan Islam dilihat dari latar belakang his­toris, berarti menempatkan sasaran analisa pada fakta-fakta sejarah umat Islam yang berawal dari Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah SAW.
Sejak pengangkatan Muhammad SAW menjadi utusan Allah, tahap awal dari proses pendidikan Islam dimulai yaitu pada tahun ke-13 sebelum hijrah ke Madinah, pada waktu Nabi berusia 40 Tahun.
Pendidikan Islam berproses berdasarkan pendekatan individual, kemudian mengembang ke arah pendekatan keluarga, dan berlanjut ke arah pendekatan sosiologis yang semakin meluas ke arah pendekatan nasional dan berpuncak pada pendekatan universal.
Agama Islam yang bersumber dari wahyu Allah yang ditunankan kepada Muhammad SAW mengandung doktrin kehidupan umat manusia yang bemilai mendidik (paedagogis).
Firman-firman Allah dalam kitab suci A1 Quran yang mengan­dung nilai historis, tersirat di dalamnya nilai-nilai paedagogis yang merentang ke arah pembentukan kepribadian yang beriman hanya kepada Allah yang Maha Esa, mentauhidkan kepercayaan manusia kepada kekuasaan yang Maha Esa yang bersifat mntlak, tak ada tan­dingan-Nya dalam alam semesta.
Berbagai-pandangan dari ulama dan ilmuwan Islam tentang faktor historis untuk menganalisa pendidikan Islam menunjukkan bahwa pada prinsipnya pendidikan Islam berproses dalam 5 aspek:
a. Ideal: proses mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita ajaran Islam dapat berlangsung dengan lancar bila beiprinsip pada konsistensi dan kesinambungan dalam suatu sistem kemasyarakatan yang teratur rapi.
b. Institusional: tujuan atau cita-cita   itu akan lebih mudah dicapai melalui proses kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi (lembaga) kependidikan, karena institusi menjadi wadah pengor­ganisasian dan pelaksanaan program untuk mencapai tujuan pen­didikan.
c. Struktur: dengan stn.:ktur (bentuk) kelembagaan, kependidikan yang berjenjang (bertingkat), tujuan pendidikan Islam dicapai secara ber­tahap sesuai tingkat-tingkat perkembangan manusia-didik.
d. Materiil: Tujuan akhir dan sementara pendidikan Islam menentukan corak materi pelajaran, yang baru dapat efektif dan efisien, jika diajarkan dengan sistem dan metode yang tepatguna sesuai dengan kerakteristik dari idealitas nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan.

















BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
                               
Dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang di lakukan melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan. Dengan demikian, dialog merupakan jembatan yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain.

          Dan Pada dasarnya, kisah-kisah Qur’ani  merupakan salah  satu sarana Al-qur;an dalam menyampaikan dan mengokohkan dakwa Islam. Di sisi lain , ungkapan Al-Qur’an  mampu memadukan tujuan keagamaan dan tujuan seni sehingga Al-Qur’an memiliki keistimewaan edukatif dan artistik.  sebagai sarana untuk mempengaruhi mental, mengobarkan semangat, dan membina perasaan ketuhanan. Berikut ini terdapat sajian yang dapat di gunakan oleh para pendidik untuk mengarahan para siswa melalui Tanya jawab tentang tujuan kisah-kisah tersebut sehingga anak didik mampu mewujudkan tujuan tersebut dalam diri, perilaku, pengembangan akal, pengembangan mental, dan pengembangan perasaan anak didik. Tujuan terpenting yang harus kita perhatikan adalah:
·  Pendidikan Islam layaknya pendidikan-pendidikan yang lain, memerlukan pendekatan dan metode yang tepat.

·   Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat guna dan berdaya guna sangat perlu dilakukan untuk mencapai apa yang sudah ditetapkan dalam tujuan.

·  Pendekatan Pendidikan Islam dintaranya : Pendekatan system, Pendekatan sejarah, Pendekatan Pedagogis dan psikologis dan Pendekatan Agama.

·  Metode Pendidikan Islam diantaranya; Metode mendidik secara berkelompok, secara intruksional, berceritra, melalui bimbingan dan penyuluhan, Contoh dan Teladan, diskusi, menggunakan perumpamaan atau metode internal, dengan cara targib dan tarhib.dan Tanya jawab.

·  secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, yaitu: 1. Metode Ceramah, Metode Latihan, Metode Tanya jawab, Metode Proyek , Metode Eksperimen, Metode Penugasan, Metode Diskusi, Metode Demontrasi, Metode Eksperimen, Metode Problem solving, Metode Sosio Drama dan Metode Karyawisata.











2.Daftar Pustaka
Hj. Nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I, hal. 2

 Abdurrahman Annahlawi, prinsip-prinsip dan metode pendidikan islam dalam keluarga di sekolah dan di masyarakat, alih bahasa Drs. Heri nur Ali, (Bandung: CV. Diponegoro,1989),hal. 273-277

 Dr. Zakiah Drajat, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), hal. 28

  H. fadli Abdurrahman, DKK. Al qur’an dan Terjemah Al-Jumanatul Ali, (Bandung: CV Penerbit J-ART), Juz 22 
Arifin, HM,  Ilmu Pendidikan Isla, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Dictionary version 2.1.3 (80.4) coyright 2005-2009 Apple Inc
Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2008)
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 1998)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar